Peringati Hari Tani Nasional, FPR kandis Gelar Orasi Damai Sampaikan 7 Poin Tuntutan




SIAK - Front Perjuangan Rakyat (FPR) yang selalu tanpa kenal lelah dan rasa bosan untuk menyampaikan aspirasi pada seluruh unsur pimpinan kepemerintahan kembali menghelat aksi senada sebagaimana yang telah dihelat pada Selasa, (24/09/'19) di Jalan Datuk Setia Amanah atau sekitaran rumah dinas Camat dan Lurah Kecamatan Kandis. Penyampaian aspirasi oleh FPR dihadapan para Masyarakat luas tersebut terpantau tanpa adanya pihak Kepemerintahan setempat yang menghadiri atau menyambut rombongan para penyampai orasi.

Secara garis besar FPR yang merupakan gabungan dari Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI), Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA), Front Mahasiswa Nasional (FMN), Pemuda Baru Indonesia (PEMBARU-I) dan Serikat Perempuan Indonesia (SERUNI) itu meminta pada Pemerintah untuk segera mengatasi pemadaman Api dan selamatkan Korban, Hentikan penangkapan tani dan tangkap Perusahaan sebagai terduga Pelaku utama pembakaran.

"Bencana kabut akibat kebakaran hutan dan lahan pertanian ratusan ribu hektar berulang terjadi yang menyebabkan kerugian massal dan penderitaan rakyat semakin berat. Usaha Negara memadamkan kebakaran tak akan pernah tuntas jika pelaku utama, yakni korporasi besar perkebunan tidak ditindak sepenuhnya dan sistem pertanian terbelakang setengah feodal masih dipertahankan sebagai penyebab utama kebakaran," tegas Rahmat Hidayat, Koordinator aksi.

Kebakaran hutan sejak Januari sampai Agustus 2019 di dua pulau besar yaitu Kalimantan dan Sumatera juga 12 Provinsi telah mencapai 328 ribu hektar lebih dan semakin luas. Kebakaran besar ini diduga akibat perusahaan besar yang masih memakai cara terbelakang seperti membakar dalam pembersihan lahan (land clearing) saat meluaskan perkebunannya. Merekalah penerima Hak Guna Usaha (HGU) jutaan hektar dari Pemerintah yang melindunginya. Asap yang ditimbulkan telah merugikan mayoritas rakyat di desa dan kota yakni menjadikan sakit ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan), asma, paru obstruktif kronis,
jantung, iritasi dan kanker. Pemerintah sendiri pun belum membangun pusat rehabilitasi
dan penanganan penyakit korban asap dalam jangka panjang.

Di Riau sendiri, diketahui terdata sampai September 2019 sudah lebih dari 281 ribu orang terkena ISPA akibat asap. Di Palembang mencapai lebih 76 ribu, Kalimantan Barat 15 ribu, Kalimantan Selatan 10 ribu lebih dan telah menyebabkan kematian bayi dan orang dewasa, "keadaan ini membuat Rakyat semakin terpuruk ekonominya akibat asap karena dilarang membuka lahan sehingga petani tidak dapat berproduksi. Pedagang dan para pekerja tidak dapat bekerja. Anak-anak pun tidak dapat sekolah dan bermain dengan bebas karena pekatnya asap," tutur Rahmat.

Atas hal itu, FPR sangat menyayangkan karena Pemerintah hanya menangkap dan menghukum ratusan petani kecil yang bekerja di atas lahan 2-5 hektar bagi kebutuhan hidup sehari-hari. Padahal, petani kecil terpaksa membakar yang tak berefek besar dan luas di saat negara tidak memiliki pengetahuan dan teknologi yang dibutuhkan akibat keterbelakangan produksi pertanian monopoli di tangan tuan tanah yang berorientasi ekspor dan bukan bagi kesejahteraan rakyat. Dengan arti kata FPR menegaskan bahwa petani tidak bersalah, di sisi lain baru 42 perusahaan besar perkebunan saja yang ditindak padahal merekalah diduga kuat sebagai pelaku pembakaran 80 persen lebih dari 328 ribu hektar yang berada di areal HGU. Korporasi tersebut justru penikmat manfaat sistem pertanian terbelakang yang dipelihara negara dengan cara membakar lahan sebagai cara
memurahkan biaya produksi bagi komoditas yang dikuasai dan dibiayai kapitalis
monopoli asing atau imperialis yang hanya bisa memakai cara membakar lahan.

Atas keadaan itulah maka Front Perjuangan Rakyat menyatakan sikap bahwa Pemerintah Pusat harus bertanggung jawab sepenuhnya menangani masalah kebakaran dan asap dan tidak menyalahkan dan menghukum rakyat. Dalam momentum Hari Tani Nasional (HTN) 24 september 2019 yang bertepatan hari ini, Front Perjuangan Rakyat (FPR) menyatakan 7 Poin sikap dan tuntutan yaitu,

1. Pemerintah pusat bertanggung jawab untuk segera padamkan api dan selamatkan korban. Berikan perawatan gratis dan layak terhadap korban asap, serta bangun pusat rehabilitasi dan penanganan penyakit korban asap,
2. Cabut HGU dan Hentikan izin baru perkebunan besar pelaku utama kebakaran dan masalah asap,
3. Tangkap dan adili perusahaan-perusahaan besar pelaku utama pembakaran,
4. Hentikan penangkapan dan bebaskan kaum tani yang ditangkap karena mereka tidak bersalah dan korban dari korporasi perkebunan sebagai pelaku utama,
5. Berikan perlindungan dan majukan kemampuan berproduksi kaum tani di perdesaan hingga dapat berproduksi mandiri bersumber dari kapital dan sarana produksi modern dalam negeri,
6. Tolak RUU Pertanahan, dan
7. Jalankan land reform sejati dan bangun industri nasional.

Aksi orasi oleh FPR itu yang berjalan berkisar 3 Jam dan diikuti oleh puluhan massa terlihat mendapatkan pengawalan dari unit Polsek Kandis walaupun hingga massa membubarkan diri tidak terlihat adanya kehadiran perwakilan Pemerintahan menemui peserta aksi. Melalui media ini FPR juga menyerukan agar seluruh masyarakat Kandis dapat bersatu membantu Rakyat korban asap sesuai kebutuhan mendesak untuk mengurangi beban penderitaan. FPR juga tidak menutup penerimaan bantuan yang akan disalurkan kepada posko-posko utama di Riau dan Kalimantan. Melalui peringatan Hari Tani Nasional 24 September 2019 ini, FPR juga mengajak masyarakat untuk bersatu dan bersama menyuarakan tuntutan utama kepada pemerintah pusat agar dilaksanakan segera tanpa syarat.

Selama penyampaian orasi, FPR juga selalu meneriakkan yel-yel Padamkan Api, Selamatkan Korban, Akhiri Produksi Pertanian-Monopoli Terbelakang Berorientasi Ekspor dan Akhiri Monopoli Penguasaan Hutan.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menyikapi pelantikan presiden, FPR RIAU melakukan aksi dan menyatakan sikap

PEMBARU RIAU : kecam penangkapan petani pengalengan